Now Reading
Apa yang Bakal Terjadi Usai Badai Pandemi Corona Berakhir?

Apa yang Bakal Terjadi Usai Badai Pandemi Corona Berakhir?

pandemi corona berakhir

Seperti kita ketahui, pandemi Covid-19 mulai merebak di Indonesia sejak Februari 2020. Sampai saat tulisan ini dibuat di awal Oktober, wabah masih berjangkit, meski seorang pakar dari sebuah perusahaan survei pernah memprediksi bahwa wabah akan berhenti di bulan Juni 2020 sebelum vaksin anti-Covid-19 ditemukan. Prediksi ini merupakan sebuah optimisme yang membesarkan hati, kendati sebenarnya tak ada seorang pun dapat mengetahui secara tepat kapan pandemi Corona akan berakhir.

Tulisan ini bukanlah tulisan seorang pakar pandemi. Penulis hanya sekadar menyajikan opini tentang apa yang bakal terjadi seusai pandemi Covid-19 dengan memperhatikan sejumlah fenomena yang terjadi selama 6 bulan terakhir ini.

Hal yang Bakal Terjadi Usai Pandemi Corona Berakhir

Sisi Positif Perubahan

Pada umumnya, masyarakat cenderung hanya melihat hal-hal yang negatif sehubungan dengan berjangkitnya pandemi Covid-19, seperti angka kematian yang relatif tinggi, penderitaan sebelum ajal menjemput, kerugian di sektor ekonomi, keuangan, peribadahan, pendidikan, transportasi, hotel, restoran, dan lain sebagainya. Jarang sekali diberitakan dampak positif wabah.

Mari kita coba melihat sisi baiknya. Salah satu perubahan positif akibat wabah Covid-19 adalah udara yang jauh lebih bersih dibandingkan keadaan sebelum terjadi wabah. Pabrik-pabrik yang dulunya menghasilkan banyak polutan, kini menghentikan kegiatannya. Di samping itu, banyak sarana transportasi tak beroperasi seperti dulu, sehingga polusi udara sangat berkurang. Hal ini terjadi di negara-negara di seluruh dunia, sehingga lubang lapisan ozon kini mengecil ukurannya. Kebersihan udara dipulihkan, sehingga kemungkinan manusia terpapar radiasi sinar matahari menjadi sangat rendah. Pemanasan global berkurang.

Dengan demikian, salah satu dampak yang pasti terjadi seusai merebaknya pandemi Covid-19 adalah mutu udara yang jauh lebih bersih ketimbang kondisi sebelum masa pandemi. Namun, bila keadaan telah normal kembali, kegiatan industri dan lalu lalang kendaraan penghasil polutan, akan meningkat lagi. Ini memang sebuah dilema.

Berkurangnya kegiatan industri dan transportasi yang memerlukan sumber bahan bakar yang tak terbarukan, membuat pengerukan sumber kekayaaan alam berkurang. Kerusakan lingkungan juga ikut berkurang. Alam melakukan penyembuhan diri dari luka-luka akibat kesembronoan dan keserakahan manusia. Alam akan lebih lestari pada masa pascawabah.

pandemi corona berakhir
freepik.com/tonefotografia

Berkurangnya Aktivitas Hiperrealitas

Dampak positif berikutnya, menurut hemat penulis, adalah bakal berkurangnya kegiatan yang bersifat hiperrealitas. Istilah hiperrealitas ini diperkenalkan oleh filsuf Perancis, Jean Baudrillard, dalam bukunya Simulacra and Simulation. Hiperrealitas mengacu kepada sikap mental yang menganggap sesuatu yang melebihi kebutuhan dasar hidup sebagai kewajaran yang nyata. Secara prinsip, hiperrealitas adalah kondisi di mana keaslian bersatu dengan kepalsuan, masa lalu berbaur dengan masa kini, fakta bersimpang siur dengan rekayasa, dan dusta bersenyawa dengan kebenaran.

Contoh sederhananya begini. Sebelum pandemi merebak, banyak orang hang out di kedai kopi Starbucks dan menikmati secangkir kopi seharga Rp40.000,00 atau lebih, padahal harga dasar kopi tersebut, katakanlah, hanya 7 ribu rupiah. Selisih harga 33 ribu rupiah itu dipergunakan oleh pelanggan untuk membayar kenyamanan tempat, suasana, gengsi, dan simbol Starbucks. Angka 33 ribu ini adalah angka hiperrealitas. Berlebihan, tetapi dianggap wajar, demi kepuasan pribadi dan tuntutan gaya hidup.

Disneyland dan Disney World merupakan contoh lain hiperrealitas yang menghadirkan masa lalu secara lebih indah ketimbang fakta sebenarnya. Di dua tempat yang penuh kepalsuan ini segala sesuatu ditampilkan secara lebih indah, lebih megah, dan lebih gemerlap ketimbang aslinya. Sungai buatan di sana, misalnya, dihiasi dengan ikan-ikan animasi yang tampak sangat indah dan menawan, padahal kenyataannya sungai itu bisa dihuni oleh kawanan aligator yang ganas. Semuanya direkayasa demi tercapainya kepuasan pengunjung yang haus hiburan.

Kita tahu, selama merebaknya wabah Covid-19, masyarakat luas dianjurkan untuk melakukan berbagai aktivitas dari rumah. Ungkapan Work from Home (WfH) menjadi populer. Sebaliknya, kegiatan yang bernuansa hiperrealitas berkurang secara mencolok/signifikan karena penghasilan rata-rata masyarakat berkurang, banyak perusahaan bangkrut, dan banyak karyawan di-PHK.

Penulis percaya, bahwa dalam ancaman wabah, banyak orang disadarkan untuk hidup sesuai dengan kemampuan serta realitas sejati yang ada. dan sekaligus melakukan penghematan. Boleh jadi, berkurangnya kegiatan hiperrealitas ini akan terus berlanjut setelah pandemi Corona berakhir.

Baca juga:  Ahli Ungkap Cara Paling Efektif untuk Tangkal Virus Corona!

Berkembangnya Teknologi Nirsentuh

Dampak selanjutnya yang bakal terjadi adalah semakin berkembangnya teknologi nirsentuh. Ada suatu masa kita dibuat terkesan dengan teknologi layar sentuh. Namun pandemi Covid-19 membuat masyarakat semakin menghindari bersentuhan secara langsung (dengan benda atau sesama), karena bisa menyebabkan terjadinya penyebaran virus. Penulis perkirakan, pada masa pascawabah, teknologi nirsentuh akan terus berevolusi. Aktivitas menyentuh permukaan akan mencapai tingkat minimal, sedangkan teknologi yang memanfaatkan perintah suara serta sensor wajah akan terus berkembang.

Perangkat dengan sensor wajah sudah mulai digunakan di sejumlah negara maju untuk melakukan pembayaran. Tak terhindarkan lagi, perangkat seperti mesin pencatat kehadiran dengan sidik jari, misalnya, bakal tinggal kenangan.

Karena terdapat tuntutan bekerja dari rumah, protokol menjauhkan diri dari kerumunan dan selalu menjaga jarak, kegiatan perjalanan – bisnis maupun wisata – berkurang banyak. Penulis perkirakan kegiatan bekerja dari rumah ini akan menjadi kebiasaan di masa pascawabah, terlebih lagi bila terdapat desakan tenggat waktu. Perangkat yang menjadi solusi untuk kegiatan bekerja, belajar mengajar, pertemuan, dan pelatihan dari rumah akan berkembang pesat. Dengan sendirinya, penyiapan infrastruktur digital akan semakin berkembang setelah pandemi Corona berakhir.

wac.net

Perubahan Kualitas Intelektual

Sebagai seorang pendidik, penulis memperkirakan terjadinya perubahan kualitas intelektual dan keterampilan pada peserta didik di tahun 2020 ini. Bakal terjadi 2 ekstrem. Di satu pihak, setelah wabah usai, bakal muncul pelajar yang sangat menonjol kemampuan intelektualitas dan keterampilannya. Mereka ini mempergunakan banyak waktu untuk giat belajar dan melatih keterampilan yang belum pernah dilakukan di masa prawabah. Pendalaman pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan secara lebih intensif. Mereka bisa menambah keterampilan dalam berkebun, menjahit, memasak, olahraga, pertukangan, dan lain sebagainya. Penulis sendiri berkesempatan melatih keterampilan memasak, sehingga dapat menghemat biaya hidup sehari-hari. Generasi seperti ini akan menjadi generasi yang mandiri dan penuh inovasi di kemudian hari.

Akan tetapi, di sisi lain, bakal terdapat pula pelajar yang justru hanya santai dan berleha-leha. Tuntutan tugas dari guru diabaikan. Kedisiplinan merosot drastis, karena tiada pertemuan tatap muka secara langsung dengan pendidik. Peserta didik malah mempergiat permainan game di gawai mereka, atau bahkan, menonton film-film yang bisa merusak akhlak mereka akibat kurangnya pengawasan orang tua.

Generasi seperti ini kelak bisa menjadi beban berat bagi kemajuan sebuah bangsa. Peran orang tua sangat diperlukan guna membangun kerja sama yang baik dengan guru dalam mendidik generasi muda. Yang sering terdengar justru orang tua yang mengeluh karena harus membantu anak-anaknya belajar. Beban hidup bertambah.

Kiranya usai wabah Covid-19 ini, kesadaran orang tua akan kompleksnya pendidikan semakin meningkat, sehingga kerja sama dengan pihak pendidik bisa dilakukan secara lebih baik dan terintegrasi. Pendidikan di sekolah dan pendidikan di rumah itu merupakan sejoli yang tak terpisahkan.

Pemulihan Spiritualitas Kala Pandemi Corona Berakhir

Sadar atau tidak, merebaknya pandemi Covid-19 ini telah membuat kita mengakui betapa terbatasnya diri kita sebagai ciptaan. Tidak ada yang perlu disombongkan. Kendati kemajuan teknologi telah meroket, berbagai fasilitas canggih pun telah dibangun, sejauh ini kita belum bisa menciptakan obat penangkalnya. Makhluk virus – yang bukan hewan dan bukan tumbuhan – telah mengguncang dunia. Hal ini menjadi sebuah dorongan bagi kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, Sang Pencipta seluruh alam semesta, serta menyadari keterbatasan kita sebagai manusia. Hubungan spiritualitas antara manusia dan Pencipta yang sebelumnya tak terjalin baik karena tekanan kesibukan sehari-hari, sekarang dipulihkan.

Akhir kata, penulis meyakini bahwa tiada badai yang tak kenal usai. Seiring usainya badai Covid-19 atau pandemi Corona berakhir, kita pasti akan menyambut terbitnya terang pelangi kehidupan yang lebih baik dan lebih berkualitas.

Tulisan ini merupakan artikel kontributor di #WokenyaBercerita. #WokenyaBercerita adalah platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi siapapun untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

close