Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali atau judicial review kenaikan iuran BPJS kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Hal ini bermula dari gugatan yang dilayangkan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) ke MA.
Menurut juru bicara Mahkamah Angung, hakim agung Andi Samsan Nganro dilansir dari Detik.com (09/03/20), Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MA menilai beleid tersebut bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H Jo Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.
Di samping itu, kenaikan iuran juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 (huruf f, b, c, d, dan e) Pasal 17 (ayat 3) UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional.
MA juga menilai Perpres yang memuat kenaikan iuran JKN bertentangan dengan Pasal 2, 3, 4 (huruf b, c, d, dan e) UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS serta Pasal 4 Jo Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 171 UU Nomor 36 tahun 2000 tentang kesehatan.
Maka dari itu, MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 3 Perpres 76 tahun 2019 tak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Perlu diketahui bila Pasal 34 ayat 1 dan 2 dalam Perpres 75/2019 berisi tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berbunyi:
- Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
- Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
- Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
- Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
- Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O.
Kabarnya, dengan dibatalkan pasal tersebut maka iuran BPJS Kesehatan kembali ke semula, yaitu:
- Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
- Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
- Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1