Hi, kamu sudah lapor SPT Pajak belum? Pelaporan surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan (PPh) untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) akan jatuh tempo pada 31 Maret 2019 lho, sementara untuk wajib pajak badan akan jatuh tempo pada 30 April 2019.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kemekeu Hestu Yoga Saksama yang dilansir dari kompas.com (27/2), hingga Senin, 25 Februari 2019 baru 1,2 juta wajib pajak saja yang melaporkan SPT PPh mereka melalui e-filling, padahal tahun ini ada 17,6 juta wajib pajak yang seharusnya melaporkan SPT.

Maka dari itu Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengimbau agar masyarakat, baik wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha untuk menuntaskan pelaporan SPT sesegera mungkin sebelum jatuh tempo.
Denda bagi Wajib Pajak yang Telat atau Tidak Melapor SPT Pajak
Sanksi bagi wajib pajak yang telat atau tidak melaporkan SPT Tahunan tertuang dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Pada pasal 7 ayat 1 UU KUP, dijabarkan besaran denda untuk setiap jenis pelaporan pajak (SPT).
Untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), besaran denda yang ditetapkan sebesar Rp500.000 per masa pajak. Sementara denda untuk SPT masa lainnya sebesar Rp100.000 per masa pajak.
SPT Masa adalah SPT yang dilaporkan pada masa tertentu atau bulanan. Ada sembilan jenis SPT Masa, yakni PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, dan Pemungut PPN.
Selanjutnya, denda untuk SPT Tahunan, SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan, besaran denda untuk orang pribadi dipatok Rp100.000 per tahun pajak. Sedangkan, denda SPT Tahunan Badan sebesar Rp1 juta per tahun pajak.
Pengecualian Denda
Tapi, tidak semua wajib pajak dikenakan denda telat atau tidak melapor SPT pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 9/2018 tentang perubahan atas PMK No. 243/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT). Ada delapan jenis wajib pajak yang tidak dikenai sanksi;
- Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia
- Wajib pajak orang pribadi yang tidak memiliki kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
- Wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia
- Bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia
- Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
- Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
- Wajib pajak yang terkena bencana, di mana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
- Wajib pajak lain karena kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom/aksi terorisme, perang antarsuku, kegagalan sistem informasi administrasi penerimaan negara, atau keadaan lain berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.