Bagi kamu pekerja outsourcing, kamu bisa menjadikan Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 sebagai acuan guna mengatur mekanisme jaminan bagi pekerja outsourcing.
Dalam Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012 itu ditujukan kepada Kepala Instansi yang bertanggungjawab di bidang Ketenagakerjaan Provinsi di Seluruh Indonesia mengenai pengujian Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan Mahkamah Konstitusi.
Dalam Surat Edaran tersebut dijabarkan lebih lanjut mengenai beberapa hal:
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku.
- Dalam hal perusahaan menerapkan sistem penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka:
- Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja lain, maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya harus didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
- Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja lain, maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
- Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 12 Januari 2012 tersebut, serta dengan mempertimbangkan keberadaan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka PKWT yang saat ini masih berlangsung pada perusahaan pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja, tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Jadi berdasarkan surat edaran Kemenakertrans tersebut, perjanjian kerja pekerja outsourcing harus dibuat secara PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu), dengan catatan bila perjanjian kerjanya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja yang obyek kerjanya tidak ada (sama) kepada perusahaan outsourcing lain.
Tapi bila perjanjian kerjanya memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja yang objek kerjanya tetap ada (sama) kepada perusahaan outsourcing lain, perjanjian kerjanya dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).