Revisi UU Ketenagakerjaan bukanlah isu baru. Desakan revisi UU ketenagakerjaan sudah santer terdengar sejak 2016 silam, namun hingga saat ini belum ada keputusan.
Menurut Kasubdit Pengawasan Norma Waktu Kerja, Waktu Istirahat (WKWI) dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), FX Watratan dilansir dari Detik.com (1/7), revisi UU Ketenagakerjaan memang sudah lama dibicarakan, tapi setiap tahun itu beberapa jadi prolegnas (Program Legislasi Nasional) di DPR RI.
Hanya saja sampai saat ini belum sempat dibahas karena masih tarik-ulur. Tarik ulur di sini maksudnya belum ada titik temu atau keselarasan antara kepentingan perusahaan maupun pekerja.

Vice Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Obon Tabroni yang meminta, usulan pengusaha untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) ditunda.
“Persoalan ketenagakerjaan bukan persoalan sepele. Sebab akan berdampak pada sekitar 80 juta buruh formal di Indonesia. Karena itu butuh kajian yang mendalam,” ujar Obon Tabroni dilansir dari Liputan6, Senin (01/7/2019).
Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang ada dalam UU Ketenagakerjaan berkaitan dengan upah, outsourcing, PHK, tenaga kerja asing, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Semua hal tersebut terkait erat dengan kepentingan pengusaha dan buruh.
Ironisnya, Obin melanjutkan, saat ini isu yang kencang terdengar revisi ditujukan untuk mengurangi kualitas upah, mempermudah PHK, hingga penghapusan pesangon.
“Karena itulah, sebagian besar serikat buruh menolak revisi UU Ketenagakerjaan jika tujuannya untuk mengakomodir kepentingan pengusaha,” tegas Obon.
“Namanya saja UU Ketenagakerjaan. Karena itu semangatnya adalah memberikan proteksi terhadap kepentingan tenaga kerja,” ungkap Obon.
Sedangkan menurut para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemerinta perlu merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apindo menilai UU ini perlu direvisi agar industri padat karya dapat bertumbuh di Tanah Air.
“Ini yang kami sampaikan, perlu kiranya pemerintah melihat kembali UU ketenagakerjaan kita. Karena UU ini selain sudah 15 kali diajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi) juga kenyataannya tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, kondisi saat ini,” kata Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani dikutip dari Liputan6.com (1/7).