Now Reading
Yuk, Pahami Peraturan Cuti Hamil dan Melahirkan Karyawan

Yuk, Pahami Peraturan Cuti Hamil dan Melahirkan Karyawan

cuti hamil dan melahirkan

Cuti hamil dan melahirkan jadi salah satu hak mutlak yang wajib didapatkan oleh karyawan perempuan. Ketentuan tentang cuti hamil dan melahirkan tertuang pada Pasal 82 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi:

  1. Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
  2. Selain itu pekerja perempuan yang mengalami keguguran berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Tak hanya itu saja pada Pasal 83 UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga dijelaskan bahwa pekerja perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Pada UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang ditulis jika hak cuti hamil dan melahirkan seorang perempuan ialah masing-masing 1,5 bulan. Namun, ketentuan ini tidaklah saklek karena karyawan bisa menentukan sendiri berapa pembagian untuk masing-masing cuti tersebut, asal jika diakumulasikan jumlahnya tiga bulan.

Baca juga:  Pembahasan Lengkap UU Ketenagakerjaan yang Wajib Diketahui HRD
cuti hamil dan melahirkan
sumber gambar: sofi.co.id

Untuk pemberian upah, karyawan perempuan yang mengajukan cuti hamil dan melahirkan harus tetap diberikan hak upah penuh. Artinya, perusahaan tetap memberikan gaji pada karyawan perempuan tersebut meskipun sedang menjalani hak cuti dan melahirkan.

Jika perusahaan tidak memberikan cuti hamil dan melahirkan selama 3 bulan atau tidak memberikan upah selama cuti hamil dan melahirkan, perusahaan bisa dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling singkat 1  tahun dan paling lama 4  tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000 dan paling banyak Rp400.000.000. Hal ini dijelaskan pada Pasal 185 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

cuti hamil dan melahirkan
sumber gambar: pbs.org

Apabila Tidak Mendapatkan Cuti Hamil dan Melahirkan

Untuk kamu yang tidak mendapatkan cuti hamil dan melahirkan atau kamu tidak mendapatkan upah saat ambil cuti hamil dan melahirkan, maka kamu bisa menempuh beberapa upaya yang dilansir dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial:

1. Bipartit; Upaya ini dilakukan dengan membicarakan secara musyawarah terlebih dahulu mengenai masalah antara kamu dan pengusaha.

Penyelesaian perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lambat 30 hari sejak tanggal dimulainya perundingan.

2. Apabila perundingan bipartit gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian selanjutnya bisa ditempuh melalui jalur Tripartit yakni mencatat perselisihan kepada Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Nantinya, pekerja dan pengusaha ditawarkan upaya penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan hak, upaya penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih salah satunya adalah Mediasi Hubungan Industrial.

Mediasi Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

Jika dalam hal penyelesaian melalui mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. 

Namun alangkah baiknya jika kamu dan pengusaha bisa lebih mengedepankan upaya perdamaian.

3. Selain menempuh upaya menuntut hak, kamu juga bisa menempuh langkah hukum lain yaitu dengan melaporkan dugaan tindak pidana tidak dibayarkannya upah sebagaimana diatur dalam Pasal 186 UU Ketenagakerjaan.

Laporan bisa disampaikan kepada polisi maupun pengawas ketenagakerjaan setempat.

Peraturan Cuti Hamil dan Melahirkan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Berbeda dengan karyawan swasta, cuti hamil dan melahirkan selama tiga (3) bulan bagi PNS hanya berlaku untuk kelahiran anak pertama sampai kelahiran anak ketiga. Sedangkan untuk kelahirkan anak keempat hingga seterusnya berlaku cuti besar.

Untuk menggunakan hak atas cuti melahirkan, PNS wajib mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Selama menggunakan hak cuti melahirkan, PNS tersebut wajib menerima penghasilan yang terdiri atas gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan dan tunjangan jabatan sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur gaji, tunjangon, dan fasilitas PNS. Untuk informasi cuti melahirkan PNS bisa kamu akses pada situs ini.

Ketentuan Cuti Hamil dan Melahirkan di Negara Lain

Lalu gimana dengan ketentuan cuti dan melahirkan di negara lain? Berikut ini perbandingan cuti melahirkan di negara-negara ASEAN:

  • Malaysia: 60 hari dan berlaku sampai kelahiran anak keempat.
  • Brunei Darussalam: 4 minggu sebelum melahirkan dan 5 minggu setelah melahirkan.
  • Filipina: 2 minggu sebelum tanggal kelahiran yang diperkirakan dan 4 minggu setelah persalinan normal atau aborsi. Berlaku hingga kelahiran anak keempat.
  • Kamboja: 90 hari.
  • Laos: 90 hari.
  • Myanmar: 6 minggu sebelum dan 6 minggu setelah melahirkan.
  • Singapura: 16 minggu.
  • Thailand: 90 hari dan berlaku sampai kelahiran anak kedua.
  • Vietnam: 6 bulan.
Baca juga:  Yuk, Pahami Cuti Karyawan Menurut UU Ketenagakerjaan

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Woke.id (@wokedotid) on

close